Media Pembelajaran Peta Konsep: Suatu Wawasan Konseptual

Oleh: Dra. Elyusra, M.Pd.*

*Penulis adalah dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu, pemilik akun blog https://adabundaguru.wordpress.com

I. Pendahuluan

Dewasa ini usaha perbaikan pengajaran sedang gencar-gencarnya dilaksanakan pada berbagai aspeknya. Tiga isu sentralnya, yaitu: pengembangan dan pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan inovasi pembelajaran. Pada dasarnya, KBK dan KTSP hadir berkat semangat berinovasi. Inovasi pembelajaran mencakup keseluruhan aspek pembelajaran, mulai dari visi, misi, kurikulum, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sebagainya. Pada berbagai tingkat satuan pendidikan persoalan KBK dan KTSP tinggal menjalani proses pematangan saja, karena setiap lembaga pendidikan telah menerima perubahan kurikulum tersebut. Setiap Lembaga pendidikan telah ber-KBK dan ber-KTSP. Dari pengamatan penulis, yang sedang berlangsung sekarang adalah gerakan berinovasi dalam melaksanakan pembelajaran.

Sebagaimana hakikat inovasi, kegiatan kreativitas itu berupa pemasukan atau pengenalan hal-hal baru; pembaharuan; atau penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Pembeharuan tersebut, dapat berupa gagasan, metode, atau alat ( KBBI, 2001:435 ). Inovasi pembelajaran hendaknya berlangsung secara terus-menerus, dengan meperhatikan sejumlah prinsip, yaitu: 1) atas dasar analisis, 2) bersifat konseptual, 3) bersifat simpel dan terfokus, 4) dimulai dengan yang kecil, dan 5) diarahkan pada kepemimpinan atau kepeloporan ( Drucker dalam Tilaar, 1999: 356 ).

Pengalaman berharga yang diperoleh dari negara lain, bahwa KBK atau KTSP dalam hal ini pembelajaran berbasis kompetensi didukung oleh pelaksanaan pembelajaran berbasis kontekstual, yakni pembelajaran yang bertujuan membantu mahasiswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya, dapat menggunakannya, serta mengingatnya lebih lama; Materi pembelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan; Dosen berkomunikasi secara efektif dengan mahasiswa. ( Depdiknas, 2006 ). Pemahaman materi perkuliahan secara bermakna dan dapat mengingatnya dalam waktu yang lama adalah suatu keharusan bagi mahasiswa sebagai calon guru, karena sebagian materi tersebut merupakan bahan ajaran ketika mereka melaksanakan pembelajaran, baik dalam perkuliahan peer teaching, ketika mengikuti praktek mengajar di sekolah, ataupun setelah menjadi seorang guru. Oleh sebab itu, perlu suatu teknik mencatat, agar pemahaman tingkat tinggi dan retensi tercapai.

Landasan filosofi pengembangan pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme mengupayakan mahasiswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Mahasiswa harus berproses untuk menguasai suatu pengetahuan. Dengan kata lain, pengetahuan tidak diterima dalam bentuk jadi dari dosen. Materi kuliah tidak disampaikan secara berceramah, didiktekan, atau dicatatkan. Oleh sebab itu, perlu suatu teknik mencatat yang memungkinkan perekaman secara mudah proses pemerolahan dan pemrosesan informasi atau pengetahuan oleh mahasiswa, yang sekaligus merupakan media pembelajaran bagi dosen. Media pembelajaran yang sangat mungkin digunakan untuk pembelajaran di atas adalah peta konsep.

Media peta konsep merupakan media pendidikan yang bertujuan untuk membangun pengetahuan mahasiswa dalam belajar secara sistematis, yaitu sebagai teknik untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam penguasaan konsep belajar dan pemecahan masalah ( Pandley, dkk., 1994). Langkah yang dilakukan dalam membuat peta konsep adalah dengan memikirkan apa yang menjadi ‘pusat’ topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti. Dari konsep inti dibuat cabang-cabang, kemudian menuliskan kata atau istilah, kelompok kata yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti , sehingga akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas – bawah –samping ( Nakhleh, 1994).

Media pembelajaran peta konsep sangat memungkinkan untuk digunakan. Pembuatan peta konsep yang menggunakan warna yang beraneka, simbol, serta bentuk dan besar huruf yang bervariasi tampilan peta konsep sangat cocok dengan paradigma baru pembelajaran . Peta konsep biasanya dibuat pada lembaran kertas polos, ditulis tangan dengan menggunakan spidol atau pensil yang berwarna-warni. Biaya pembuatannya relatif murah, mudah dibawa dan disimpan. Berbagai kemudahan inilah yang memungkinkan peta konsep dapat dibuat oleh mahasiswa dan digunakan dosen.

Dari hasil pengamatan penulis dan informasi yang dihimpun dari mahasiswa ternyata sudah ada beberapa dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang menugaskan mahasiswa meringkas materi perkuliahan dalam bentuk peta konsep. Informasi dari mahasiswa menyatakan bahwa tugas membuat peta konsep tersebut diberikan dosen tanpa pembekalan konseptualnya, sehingga dikawatirkan tidak akan mampu membina strategi kognitif mahasiswa, yang seyogianya menjadi tugas dosen.

Diduga, hal ini disebabkan dosen belum memiliki pengetahuan tentang peta konsep. Dugaan ini diperkuat oleh data pernyataan seorang dosen yang mengaku mengetahui tentang peta konsep ternyata yang dimaksudnya adalah kerangka konsep.

Permasalahan ini sangat mendesak untuk dipecahkan mengingat peta konsep sudah cukup lama digunakan dalam pembelajaran, bahkan dalam ujian. Penulis sendiri telah mengembangkannya selama empat tahun dalam pembelajaran kesusastraan. Disamping itu, dosen sebagai agen pembelajaran yang sering bertindak sebagai instruktur pendidikan dan pelatihan bagi para guru seyogianya memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang peta konsep secara memadai. Kenyataan yang ada di lapangan, bahwa dosen-dosen umumnya belum mengetahui tentang peta konsep, sedangkan pelaksanaan pembelajaran dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi menuntut dosen menggunakan peta konsep dalam pembelajaran. Selain itu, penulis temukan pula konsepsi yang salah dari buku paket siswa di sekolah lanjutan , yang menyamakan antara peta konsep dengan kerangka konsep.

Tulisan ini ditujukan untuk memberikan pemahaman yang lengkap tentang konsepsi peta konsep sebagai media pembelajaran, khususnya untuk pembelajaran mengakses, memroses, dan memahami informasi atau pengetahuan dalam perkuliahan. Selain itu, akan diungkapkan pula teknik pembelajarannya. Informasi berikut ini diharapkan dapat membekali pembaca tentang media pembelajaran peta konsep dan pembelajarannya, serta mengatasi miskonsepsi sebagaimana yang telah diutarakan di atas.

2. Pandangan Mutakhir tentang Pembelajaran

Konstruktivisme yang dahulu hanya dipahami sebagai salah satu aliran pendidikan, kini mendasari filosofi pembelajaran berbasis kompetensi. Dinyatakan bahwa pengetahuan baru dapat “dipindahkan” dari seorang pengajar kepada pembelajar jika pengetahuan itu dikonstruksi sendiri oleh si pembelajar. Dalam proses mengonstruksi ada interaksi yang sangat intens dan diperlukan keaktivan pembelajar. Dengan demikian, pembelajaran akan berlangsung dalam konteks “makna”, yakni pembelajaran yang mampu membuat kesan mendalam bagi pembelajar, yang bermanfaat, dan benar-benar menghadirkan semangat untuk lebih baik lagi.

Dalam kelas KBK, tugas dosen adalah membantu mahasiswa mencapai tujuannya. Maksudnya, dosen lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas dosen mengelola sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (mahasiswa). Dengan menggunakan media peta konsep pengetahuan baru sangat mungkin dikonstruksi secara bersama-sama antara dosen dengan mahasiswa. Sedangkan berdasarkan KTSP, dosen melaksanakan pembelajaran berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya, bukan berdasarkan buku paket. Dua hal ini menghendaki pembelajaran yang dilaksanakan diciptakan atas kreativitas dosen. Termasuk ke dalamnya, kreativitas menciptakan media pembelajaran.

Belajar konsep-konsep berarti berhubungan dengan kata-kata. Pada kondisi ini berarti yang aktif adalah belahan otak sebelah kiri. Akan tetapi, dengan hanya melibatkan otak kiri dalam belajar ibarat mencoba lari dengan sebelah kaki dengan tangan diikat ke pergelangan kaki. Agar tercapai hasil yang optimal dalam belajar berarti kedua belahan otak harus digunakan secara bersama-sama. Otak belahan kanan akan bekerja ketika memperhatikan warna, mengikuti irama lagu favorit atau menggunakan imajinasi. Kondisi ideal belajar ini akan dapat terwujud dengan menggunakan media peta konsep.

Paradigma baru pembelajaran tidak hanya menuntut dosen memikirkan apa yang hendak diajarkan kepada pembelajar, tetapi lebih penting dari itu dosen dituntut untuk memikirkan bagaimana cara mengajarkannya . Banyak pernyataan yang dikemukakan para praktisi dan pakar pembelajaran tentang hal ini. Eric Jensen, penulis Super Teaching dan penemu super camp, yakin bahwa dua unsur utama yang mempengaruhi proses belajar adalah keadaan dan strategi. Yang ketiga tentunya isi. “Keadaan” menciptakan suasana yang tepat untuk belajar. “Strategi” menunjukkan gaya atau metode presentasi. “Isi” adalah topiknya. Dalam setiap mata pelajaran yang baik, Anda akan mendapatkan ketiganya (Dryden & Vos, 2004). Strategi dalam unsur pembelajaran di atas mencakup metode penyampaian dan media yang digunakan. Hernowo mengatakan: “ Dosen, pada masa kini, sudah tidak lagi layak jika hanya duduk atau berdiri dan berkata-kata”. Ia menegaskan: “… kesadaran bahwa bagaimana mengajarkan adalah sama penting dengan apa yang akan diajarkan” (2004). Dengan demikian, adanya asumsi bahwa: … “asalkan suatu bidang ilmu telah dikuasai secara mantap, maka kemampuan mengajarkannya akan datang dengan sendirinya ( Suhardjono, 1994) tentu tidak lagi berlaku.

3. Media pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat bantu dan sekaligus sumber belajar ( Djamarah dan Zain, 2002 ). Apabila sumber belajar yang dipilih dan digunakan itu dipersiapkan dengan cermat maka ia dapat memenuhi tujuan pembelajaran tertentu. Kemp ( 1994), mengemukakan salah satu atau beberapa tujuan pembelajaran yang dapat dicapai itu, seperti:

a. Memberi dorongan kepada mahasiswa dengan menarik perhatian dan merangsang minat mereka terhadap pelajaran.

b. Melibatkan mahasiswa secara langsung dan bermakna dalam memperoleh pengalaman belajar.

c. Memberikan saham dalam membentuk sikap dan mengembangkan apresiasi mahasiswa.

d. Menjelaskan dan mengilustrasikan bahan ajar pengetahuan dan keterampilan kerja.

e. Memberikan kesempatan untuk melakukan swa-analisis dalam kinerja dan tingkah laku perseorangan.

Sejalan dengan itu, Admin ( http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/04) menambahkan: 1) memberikan pengetahuan untuk tujuan belajar, 2) merangsang diskusi, 3) mengarahkan kegiatan mahasiswa, 4) menguatkan belajar sebagai kegunaan media dalam pembelajaran. Seyogianya media pembelajaran yang digunakan dosen dapat mencapai tujuan-tujuan di atas, sebagaimana yang telah diinyaratkan pula dalam PP RI Nomor 19 tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan pada standar proses yang menyatakan bahwa:

“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan

fisik serta psikologis peserta didik.

Pada dasarnya untuk mengembangkan penguasaan konsep yang baik hakikat belajar yang dialami mahasiswa hendaknya dalam konteks “mengonstruksi”. Dalam proses membangun atau mengonstruksi pengetahuan, akan muncul pelbagai pelibatan sang diri yang sedang belajar dengan pengetahuan yang sedang dipelajarinya. Pembangunan yang sukses adalah jika seorang mahasiswa mendapatkan makna ( Hernowo, 2004). Salah satu cara yang dapat mendorong mahasiswa untuk belajar secara “bermakna” adalah dengan penggunaan peta konsep sebagai media pembelajaran yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara sistematis, yaitu dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik perkuliahan ( Pandley, 1994).

4. Teknik Mencatat Peta Konsep ( Concept Maps ) sebagai Media Pembelajaran

Peta konsep dapat memenuhi semua persyaratan sebagai media pembelajaran sekaligus dapat mewujudkan tujuan-tujuan pembelajaran sebagaimana yang diutarakan Kemp ( 1994 ) di atas. Lebih daripada itu, peta konsep dapat pula memberikan wawasan baru kepada mahasiswa dan dosen. Sebagaimana diungkapkan DePorter, dkk. (2000) bahwa metode mencatat yang baik harus membantu kita mengingat perkataan dan bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasi materi, dan memberikan wawasan baru. Peta konsep dikembangkan Tony Buzan pada tahun 1970-an merupakan teknik memetakan konsep atau teknik mencatat informasi yang disesuaikan dengan cara otak memproses informasi yang memfungsikan otak kanan dan otak kiri secara sinergis (bersamaan dan saling melengkapi) sehingga informasi lebih banyak dan lebih mudah diingat ( DePorter, dkk. 2000 dan DePorter dan Hernacki, 2002).

Beberapa prinsip penggunaan media dalam pembelajaran dapat dipenuhi ketika menggunakan peta konsep. Mengacu kepada Yusuf Hadi (dalam Nasrun, 2001), media peta konsep memenuhi prinsip: 1) merupakan bagian integral dari pelajaran; 2) memberikan peluang kepada mahasiswa untuk menanggapinya dalam rangka melatih perkembangan bahasa baik lisan maupun tulisan; 3) pemakaian peta konsep tidak menuntut persiapan khusus; 4) peta konsep sangat simpel, sehingga tidak membingungkan, bahkan berpotensi memperjelas pelajaran; 5) mengikutsertakan tanggung jawab mahasiswa pada saat menggunakannya. Istimewanya lagi, pemakaian media peta konsep : 1) berhubungan erat dengan aspek-aspek pembelajaran yang lain; 2) cocok dipakai untuk menyajikan semua unit pelajaran; 3) Dapat digunakan atau sesuai untuk segala kegiatan belajar.

Peta konsep dapat digunakan untuk beberapa keperluan dalam pembelajaran dengan tingkat efektivitas, efisiensi, dan daya tarik yang tinggi. Peta konsep dapat mengongkritkan konsep-konsep abstrak dan mengaktifkan mahasiswa. Pembuatannya tidak membutuhkan waktu yang lama, tidak membutuhkan biaya yang tinggi, sebagaimana menulis ringkasan secara konvensional atau dengan pengetikan dengan komputer. Bahkan, peta konsep dapat dibuat dimana saja dan kapan saja. Teknik peta konsep yang mensyaratkan dibuat dengan bentuk huruf yang bervariasi dan menggunakan warna aneka ragam dapat menjadi daya tarik tersendiri dan memenuhi kebutuhan estetik pembuatnya. Svantesson (2004) mengatakan teknik ini dapat digunakan untuk membuat ringkasan buku dan ringkasan pelajaran serta ketika membutuhkan struktur.

Peta konsep pun dapat menjadi pendukung pemakaian beberapa model pembelajaran inovatif. Model Mind Mapping sebagai salah satu teknik pembelajaran kooperatif dengan memecahkan masalah, pada sintak-sintaknya menghendaki mahasiswa menuliskan alternatif pemecahan masalah yang mereka temukan, mengungkapkannya dalam kelas, dan dosen menuliskannya di papan tulis sambil melakukan pengelompokkan atas ide-ide atau gagasan mahasiswa tadi, kemudian mencocokkannya dengan konsep yang telah disiapkan dosen. Penulisan ide-ide atau gagasan tersebut oleh mahasiswa dan pencatatan serta pengelompokkannya di papan tulis oleh dosen sangatlah cocok dengan menggunakan peta konsep.

Demikian pula halnya perkuliahan dengan Model Elaborasi ( Elyusra, 2007), yakni strategi berbasis Theory Elaboration. Pendekatan Teori Elaborasi yakni preskripsi tentang cara pengorganisasian materi pembelajaran dengan mengikuti urutan umum-ke-rinci, dimulai dengan menampilkan epitom atau struktur isi mata kuliah yang dipelajari, kemudian diikuti elaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitom secara lebih rinci. Pembelajaran dirancang dengan tujuh komponen strategi, yaitu: 1) urutan elaboratif untuk struktur utama pengajaran; 2) urutan prasyarat pembelajaran, di dalam masing-masing subjek pembelajaran); 3) summarizer (rangkuman); 4) syntherizer (sintesa); 5) analogi; 6) cognitive strategy activator (pengaktif strategi kognitif); 7) kontrol belajar ( Reigeluth dan Stein, 1983). Implikasi ketujuh komponen tersebut dalam perkuliahan sangat optimal apabila menggunakan teknik mencatat peta konsep, baik bagi dosen untuk menulis di papan tulis ketika menyampaikan struktur utama mata kuliah, urutan prasyarat pembelajaran, rangkuman, sintesa, dan mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa maupun bagi mahasiswa untuk membuat catatan, dan melaporkan tugas meringkas materi kuliah.

Pemakaian peta konsep sebagai bagian Model E-CM-CL (Elaboration- Concept Maps- Circuit Learning) untuk mata kuliah Teori Sastra telah penulis kembangkan selama empat tahun terakhir. Hasil yang sangat signifikan adalah mahasiswa mendapatkan gambaran yang jelas tentang struktur mata kuliah yang akan ditempuhnya pada perkuliahan pertama. Dari jawaban lisan yang diberikan mahasiswa, ternyata mereka memiliki retensi yang baik tentang topik-topik pembahasan pada mata kuliah tersebut. Ringkasan materi kuliah tersebut dapat digunakan pada mata kuliah lanjutan dengan melakukan penambahan cabang dan ranting-rantingnya.

Toni Buzan menciptakan peta konsep pada 1970-an yang didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya ( DePoter, dkk. 2000 dan DePoter dan Hernacki 2002). Langkah yang dilakukan dalam membuat media peta konsep adalah dengan memikirkan apa yang menjadi ‘pusat’ topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti, kemudian menuliskan kata atau istilah, kelompok kata , sinkatan, atau rumus yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti , sehingga akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas – bawah –samping ( Nakhleh, 1994). Sedangkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi dapat ditambahkan untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik. Ditambahkan pula bahwa peta konsep terbaik adalah peta konsep yang warna-warni; menggunakan banyak gambar dan simbol; biasanya tampak seperti karya seni ( DePoter, dkk. 2000, DePoter dan Hernacki 2002, Svantersson, 2004)). Sebagaimana dilaporkan buletin Kontak bahwa pemakaian warna dalam belajar dapat meningkatkan daya ingat dan pemahaman sebesar 47% ( Buletin Kontak, t.t.).

Membuat catatan, merupakan keterampilan belajar untuk belajar. Ia tergolong sebagai kategori kapabilitas belajar tingkat ketiga, yakni strategi kognitif, pada taksonomi yang dibuat Gagne, yaitu: 1) informasi verbal, 2) keterampilan intelektul, 3) strategi kognitif, 4) sikap, dan 5) keterampilan motorik ( dalam Degeng, 1989 ). Media pembelajaran peta konsep dalam pembelajaran tentu merupakan hal baru bagi mahasiswa. Oleh karena itu, kewajiban dosenlah untuk mengajarkan membuat dan menggunakannya kepada mahasiswa.

Pada sisi lain, pemakaian berbagai unsur dalam membuat peta konsep menyebabkan banyaknya indra terlibat. Pemakaian aneka warna dapat mengoptimalkan kerja sama otak belahan kiri dan belahan kanan. Hal ini akan meningkatkan pemahaman terhadap materi perkuliahan. Sebagaimana dilaporkan oleh majalah Kontrak, bahwa pemakaian stabilo dapat meningkatkan daya ingat dan pemahaman sebanyak 47% ( Buletin Kontrak, t.t.). Demikian pula dengan keterlibatan anggota tubuh saat membuatnya dan antivitas menyampaikannya akan meningkatkan kompetensi aspek psikomotorik. Sebagaimana dikemukakan oleh Toni Buzan ( 2007) “Semakin banyak, bagian tubuh yang terlibat dalam belajar semakin tinggi hasil belajar. Bahkan peta konsep dapat membantu mahasiswa menajamkan ingatan.”Senada dengan DePorter, dkk. (2000) menyatakan bahwa: “Penggunaan peta konsep dalam pembelajaran tidak hanya membantu pembelajaran visual, tetapi dapat juga membantu modalitas kinestetik”

5. Data Emperis Pemakaian Peta Konsep dalam Pembelajaran

Penggunaan peta konsep sebagai media pendidikan pertama kali adalah dalam pengajaran sistematika dalam pelajaran Biologi di tahun 1977 ( Novak, 1977). Sejak itu, media peta konsep berkembang dan telah dipergunakan dalam pembelajaran sain ( Pandley, dkk.,1994). Adapun mengenai efektivitas peta konsep untuk mewujudkan pembelajaran yang berhasil di berbagai tingkat pendidikan di Indonesia sudah banyak dilaporkan. Dilaporkan oleh Aleks Mayumis bahwa penggunaan strategi peta konsep bagi siswa SLTP pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar ( September, 2003 ). Pengajaran dengan menggunakan media peta konsep efektif digunakan dalam mencapai ketuntasan hasil belajar matematika di sekolah menengah (Situmorang1 www.geocities.com/J_Sains/VolINo3.htm/#_Toc156796043). Penggunaan peta konsep dalam mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika sebagaimana dilaporkan dapat meningkatkan proses dan hasil belajar mahasiswa. Peningkatan proses terutama terjadi dari: a) penilaain yang lebih positif dari mahasiswa terhadap pembelajaran, b) terjadi perubahan kebiasaan menyalin, kemampuan bertanya, dan kegiatan diskusi. Peningkatan hasil belajar mahasiswa terutama pada: a) peningkatan nilai rata-rata, b) hasil belajar lebih homogen ( Mayumis,Juni 2003).

Media pembelajaran peta konsep telah dinyatakan cocok untuk berbagai bidang pengajaran ( DePoter,dkk.,2000 ). Penggunaan media peta konsep untuk pembelajaran sastra telah penulis lakukan selama empat tahun, hasilnya cukup signifikan. Berdasarkan ini penulis sangat optimis, pemakaian peta konsep dalam pembelajaran akan dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik.

Media pembelajaran peta konsep telah dinyatakan cocok untuk berbagai bidang pengajaran ( DePoter,dkk.,2000). Ia pun cocok untuk materi berupa konsep, prosedur, dan prinsip. Ketiga jenis materi ini senantiasa mendukung pencapaian kompetensi sastra dalam pembelajaran. Misalnya, mahasiswa membutuhkan pemahaman terhadap konsep alur sebelum melakukan kegiatan apresiasi sastra menafsir alur sebuah cerita. Prosedur atau langkah-langkah persiapan membacakan puisi tentu sudah harus dikuasai mahasiswa sebelum mahasiswa melakukan apresiasi membacakan puisi. Demikian juga dengan prinsip pendekatan mimetik , sudah semestinya diketahui mahasiswa sebelum menghubungkan nilai-nilai budaya yang ada di dalam karya sastra dengan nilai-nilai budaya yang ada dalam realitas hidup sehari-hari. Materi pembelajaran sastra tersebut hampi semuanya abstrak. Oleh sebab itu, sangatlah dibutuhkan media untuk pencapaian pemahamannya.

Pada dasarnya untuk mengembangkan penguasaan konsep yang baik hakikat belajar yang dialami mahasiswa hendaknya dalam konteks “mengonstruksi”. Dalam proses membangun atau mengonstruksi pengetahuan, akan muncul pelbagai pelibatan sang diri yang sedang belajar dengan pengetahuan yang sedang dipelajarinya. Pembangunan yang sukses adalah jika seorang mahasiswa mendapatkan makna ( Hernowo, 2004). Salah satu cara yang dapat mendorong mahasiswa untuk belajar secara “bermakna” adalah dengan penggunaan peta konsep sebagai media pembelajaran yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara sistematis, yaitu dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran ( Pandley, 1994).

6.Teknik Membuat Peta Konsep

Langkah yang dilakukan dalam membuat media peta konsep adalah dengan memikirkan apa yang menjadi ‘pusat’ topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti, kemudian menuliskan kata atau istilah, kelompok kata , singkatan, atau rumus yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti , sehingga akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas – bawah –samping ( Nakhleh, 1994). Sedangkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi dapat ditambahkan untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik. Ditambahkan pula bahwa peta konsep terbaik adalah peta konsep yang warna-warni; menggunakan banyak gambar dan symbol; biasanya tampak seperti karya seni ( DePoter, dkk. 2000, DePoter dan Hernacki 2002, Svantersson, 2004)). Sebagaimana dilaporkan buletin Kontak bahwa pemakaian warna dalam belajar dapat meningkatkan daya ingat dan pemahaman sebesar 47% ( Buletin Kontak, t.t.).

7. Mengajarkan Teknik Mencatat Peta Konsep

Membuat catatan, merupakan keterampilan belajar untuk belajar. Agar berhasil belajar, setiap mahasiswa harus memilikinya. Ia tergolong sebagai kategori kapabilitas belajar tingkat ketiga, yakni strategi kognitif, pada taksonomi yang dibuat Gagne, yaitu: 1) informasi verbal, 2) keterampilan intelektul, 3) strategi kognitif, 4) sikap, dan 5) keterampilan motorik ( dalam Degeng, 1989 ). Teknik mencatat peta konsep dalam pembelajaran tentu merupakan hal baru bagi mahasiswa. Oleh karena itu, kewajiban dosenlah untuk mengajarkan membuat dan menggunakannya kepada mahasiswa.

Strategi kognitif diajarkan dosen kepada mahasiswa secara terintegrasi dengan penyajian pelajaran, tidak perlu diajarkan secara terpisah ( Pannen, 1997 ). Pada tahap awal, dosen mengajarkannya dengan teknik pemodelan, yakni menggunakannya pada saat penyajian materi. Mahasiswa dapat mengikutinya dengan jalan mencontoh. Secara bertahap mahasiswa diajarkan, misalnya: dimulai dengan melengkapi cabang atau ranting peta konsep suatu materi yang dipelajarinya. Secara bertahap bantuan dikurangi, sehingga akhirnya mahasiswa dapat membuat peta konsep sebagai ringkasan materi kuliah yang diperoleh di dalam kelas dan bentuk pelaporan tugas mengakses dan melaporkan materi kuliah.

Suatu keterampilan dapat dikuasai mahasiswa apabila mahasiswa memiliki pengetahuan tentang keterampilan itu. Mengajarkan peta konsep kepada mahasiswa berkaitan pula dengan perubahan sikap. Dalam hal ini, mahasiswa merespon positif teknik mencatat dengan peta konsep. Sikap ini dapat ditumbuhkan dosen dengan jalan menyampaikan keunggulan teknik mencatat peta konsep. Informasi dari Buzan ini ( 2007:17) dapat digunakan.

clip_image001clip_image002 Apabila kamu telah mengetahui tentang peta konsep, maka kamu mulai melihat bagaimana Peta Konsep ( Concept Maps ) bisa membuat hidupmu lebih mudah dan tambah menyenangkan. Ada formula rahasia paling ampuh untuk:

clip_image003clip_image004 Mengingat-ingat Membuat catatan dengan lebih mudah

clip_image005clip_image006 Memunculkan ide Menghemat waktu

clip_image007 Berkonsentrasi Memanfatkan waktu sebaik mungkin

Menghadapi ujian dengan mudah

( Pesan Om Toni, 2007:17 )

Peta

Konsep

 
  clip_image009

Secara sederhana konsep peta konsep dapat diajarkan kepada mahasiswa dengan media peta konsep berikut ini.

Gambar 1: Peta konsep “ Konsep peta konsep / Peta Pikiran”

8. Penutup

Salah satu perbaikan atau inovasi pembelajaran adalah berupa pengembangan aspek media pembelajaran dengan menggunakan peta konsep (concept maps). Gerakan penggunaan peta konsep, khususnya di FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu sebagai bentuk pelaporan tugas meringkas materi kuliah pada semester ini telah dilakukan oleh beberapa orang dosen. Akan tetapi, dari informasi yang dikumpulkan ternyata penguasaan konsep peta konsep itu oleh dosen belum memadai. Demikian pula dengan pembelajarannya, bahkan ada indikasi miskonsepsi. Oleh sebab itu, sangatlah mendesak adanya pembekalan wawasan konseptual tentang peta konsep, baik bagi dosen, maupun mahasiswa. Adapun wawasan konseptual yang perlu diketahui tersebut mencakup: pengertian peta konsep, peta konsep sebagai media pembelajaran di perguruan tinggi, kelebihan-kelebihan media peta konsep, serta teknik membuatnya dan metode pembelajarannya.

Peta konsep sebagai teknik mencatat, memiliki kelebihan dari segi efektivitas, efisiensi, dan daya tarik. Secara umum peta konsep dapat digunakan pada semua pembelajaran, baik oleh dosen maupun oleh mahasiswa. Penggunaan peta konsep tidak banyak tergantung pada sarana dan prasarana yang lain, serta dapat dibuat dimana saja dan kapan saja. Bentuknya yang memenuhi beberapa kharakteristik karya seni menjadi daya tarik tersendiri, disamping memenuhi kebutuhan estetika pemakainya.

Daftar Pustaka

Admin. 2007. “Kegunaan Media Komunikasi dalam Pembelajaran” (http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/04)

Buzan, Tony. 2005. Mind Map for Kids. Terjemahan Susi Purwoko.2007.Jakarta: Gramedia.

Buletin Kontak, t.t.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) SMP Negeri Kota Bengkulu. Jakarta: Depdiknas.

Degeng, I Nyoman Sodana.(1989). Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

DePorter, Dobbi, dkk. (1999). Quantum Teaching: Mempraktekan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Terjemahan Ary Nilandari. (2000). Bandung: Mizan Media Utama

DePorter & Hernacki.(1992) Quantum Learning. Terjemahan Alwiyah Abdurrahman. 2002. Bandung: Kaifa.

Djamarah dan Zain.2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dryden & Vos. 1999.The Learning Revolution.Terjemahan Word + + Translation Service. Penyunting: Ahmad Baiquni.2004 Bandung:Kaifa.

Elyusra. (2007). “Model Elaborasi dan Peta Konsep pada Perkuliahan Teori Sastra: Suatu Inovasi Pembelajaran di LPTK.” Makalah pada Seminar Nasional, di Universitas Bengkulu, Tanggal 19 Novenber 2007.

Hernowo. 2004. Bu Slim & Pak Bil Membincangkan Pendidikan Masa Depan: Ihwal Life Skills, Portofolio, Konstruktivisme, dan Kompetensi. Bandung:MLC.

Kemp, Jerrold E. 1985. Proses Perancangan Pengajaran. Terjemahan Asril Marjohan. 1994. Bandung :ITB.

Maryunis, Aleks, (2003), Penggunaan Peta Informasi untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika, Jurnal Pembelajaran, volume 26, nomor 2, Juni 2003, halaman 77-91

_______. (2003). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Mahasiswa SLTP Menggunakan Strategi Pemetaan Konsep, Forum Pendidikan, volume 28, nomor 3, September 2003, hal 235-248

Nakhleh,MB.1992. “Why some student Don’t Lear Chemistry”; Chemical Misconception. J.of Chemical Education,69:196-199.

Nasrun. (2001). Media, Metoda, dan Pengelolaan Kelas terhadap Keberhasilan Praktek Lapangan Kependidikan, Forum Pendidikan, Nomor 04 Tahun 26/ Edisi Desember 2001, halaman 425-438.

Novak,J.D.1977. News Trends in Bpology Teaching, Science Education,61:453-477.

Pandley,j.BD.,R.L. Bretz and J.D Novak. 1994. Concept maps as tool to assas Learning in chemmistry,J.of Chemical Education. 71:9-15

Pannen, Paulina, (1997). “Strategi Kognitif” dalam Mengajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: Depdikbud.

Peraturan Pemerintah Repoblik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2006. Jakarta: Sinar Grafika

Situmorang 1.2007. Penggunaan Media Pendidikan pada Pengajaran Matematika di SekolahMenengah..www.geocities.com/J_Sains/VolINo3.htm/#_Toc156796043 )

Svantesson, Ingemar. (1989) Learning Maps and Memory Skills. Terjemahan Bambang Prajoko. (2004). Jakarta : Gramedia.

Tilaar, H.A.R. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21 .Magelang: Tera Indonesia.

Tinggalkan komentar