Resepsi Sastra: Sumber-sumber Penelitian

(Artikel ini telah diterbitkan pada jurnal LATERALISASI, Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia, Volume V, Nomor 01, Maret 2017, hlm. 69-79. Berkas asli dapat diunduh disini)

Elyusra
FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Abstrak: Permasalahan yang dibahas dalam artikel ini berkenaan dengan sumber-sumber penelitian resepsi sastra. Berdasarkan hasil pembahasan dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan resepsi sastra adalah suatu metode dalam penelitian sastra yang memberikan perhatian kepada pembaca, karena sastra ditulis untuk pembaca. Pembaca menentukan makna karya dan memberikan reaksi-reaksi dalam rentangan dari penafsiran, penilaian, sampai pada konkretisasi atau penciptaan bentuk-bentuk baru. Sumber-sumber penelitian resepsi sastra dapat berupa: 1) resensi, 2) laporan penelitian, 3) buku, 4) catatan harian, 5) artikel, 6) salinan, 7) terjemahan, 8) saduran, 9) karya-karya transformasi, 10) karya atau penggalan karya dalam buku pelajaran, 11) angket-angket penerimaan pembaca, 12) jurnal baca warga sekolah dalam program GLS, 13) portofolio peserta didik, 14) iklan dan papan nama usaha, 15) internet, 16) media sosial, 17) bidang industri kreatif. Sumber-sumber penelitian resepsi yang
dikemukan di atas, masih dapat berkembang/ mengalami perubahan sebagaimana pembaca teks dan latar belakangnya.
Kata kunci: resepsi sastra, sumber-sumber penelitian resepsi sastra

Lanjutkan membaca Resepsi Sastra: Sumber-sumber Penelitian

TUJUAN PEMBELAJARAN SASTRA DI FKIP

TUJUAN PEMBELAJARAN SASTRA DI FKIP

Elyusra

A. Pendahuluan

Pembelajaran merupakan suatu program yang dijalankan dengan melibatkan banyak aspek. Aspek tersebut diantaranya berupa tujuan yang hendak dicapai, materi pembelajaran, alat dan media pembelajaran, serta sistem evaluasi yang diterapkan. Tujuan adalah aspek yang sangat penting dalam satu program pembelajaran. Hal ini disebabkan dua hal, yakni tujuan pembelajaran adalah aspek yang hendak diwujudkan atau aspek yang harus dicapai dan kedua tujuan pembelajaran akan mengarahkan pemilihan dan penetapan berbagai aspek pembelajaran yang lain.

Aspek tujuan pembelajaran pada dekade terakhir ini cukup banyak dibahas. Pembahasan itu diantaranya berkenaan dengan ranah atau domain apa saja yang akan ditetapkan untuk suatu mata pelajaran atau mata kuliah, bagaimana pembobotannya, bagaimana cara menilai tujuan pembelajaran pada aspek sikap, dan sebagainya. Pihak pelaku dan pemerhati sastra senantiasa menyuarakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran sastra. Dapat dirasakan bahwa ada satu suara yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran sastra itu adalah tercapainya apresiasi sastra pada diri peserta didik. Disamping itu, ada pandangan bahwa pencapaian tujuan pada ranah pengetahuan adalah hal yang kurang penting. Masih banyak pihak pengajar yang hanya fokus pada pencapaian tujuan pembelajaran pada ranah pengetahuan saja, yakni pada tataran mengetahui dan memahami.

Tujuan pembelajaran sastra yang ditetapkan akan sejalan dengan pangangan terhadap sastra itu sendiri. Pandangan yang sangat awal sekali dikemukakan oleh Horace (dalam Ismawati 2013: 3 ) bahwa sastra adalah dulce et utile, yakni sesuatu yang indah dan bermakna. Selain itu, perlu pula diperhatikan taksonomi tujuan pembelajaran yang sudah dikembangkan para ahli seperti taksonomi ranah kognitif Bloom serta taksonomi revisinya yang dikemukakan oleh Anderson dan Krathwohl (2001: 28). Dan tak kalah pentingnya pula memperhatikan perkembangan bidang ilmu sastra itu sendiri dan kebutuhan yang dituntut dalam kehidupan di masyarakat. Dengan acuan ini seorang pengajar dapat memilih, menetapkan, dan mengembangkan tujuan- tujuan pembelajaran sastra yang diampunya.

Lanjutkan membaca TUJUAN PEMBELAJARAN SASTRA DI FKIP

Pembelajaran Berbasis Kontekstual*

*Makalah disajikan pada Semiloka Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Universitas Muhammadiyah Bengkulu, 25 Februari 2010 di Kampus 1 Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Oleh : Dra. Elyusra, M.Pd.**

**Dra. Elyusra, M.Pd. pengampu mata kuliah Kesusastraan dan Perencanaan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu.

A. Pendahuluan

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002 mengamanatkan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis kompetensi untuk setiap program Studi oleh kalangan perguruan tinggi yang bersangkutan. Pendidikan memang dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kompetensi sasaran didik untuk mampu berkarya di bidang yang relevan. Pendidikan tidak sekedar mengajarkan dan mempelajari pengetahuan, tetapi juga keterampilan dan aspek-aspek pendidikan lain. Pendidikan tidak untuk sekedar menjadi tahu, tetapi untuk menjadi mampu bertindak cerdas, yakni mampu memecahkan masalah nyata dalam kehidupan. Dinyatakan oleh Mulyasa ( 2000 ) kompetensi itu merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dalam ilmu pendidikan dikenal dengan tiga kawasan pendidikan, yakni kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Selanjutnya, pada SK Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi dinyatakan bahwa kompetensi terdiri atas lima elemen, yakni: Landasan kepribadian, Penguasaan ilmu dan keterampilan, Kemampuan berkarya, sikap dan perilaku dalam berkarya, serta Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat. Dalam struktur kurikulum kelima elemen kompetensi itu dirumuskan menjadi tiga kelompok kompetensi, yakni kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Kompetensi utama adalah kemampuan untuk menampilkan unjuk kerja yang memuaskan sesuai dengan penciri program studi; kompetensi pendukung adalah kemampuan yang gayut dan dapat mendukung kompetensi utama serta merupakan ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan; kompetensi lainnya adalah kemampuan yang ditambahkan yang dapat membantu meningkatkan kualitas hidup dan ditetapkan berdasarkan keadaan serta kebutuhan lingkungan perguruan tinggi.

Lanjutkan membaca Pembelajaran Berbasis Kontekstual*

Kontrak Perkuliahan Berinovasi, Memotivasi dan Islami

Oleh: Dra. Elyusra, M.Pd.*

*Dosen Pengampu Mata Kuliah Kesusastraan dan Pembelajaran BSI di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Pemilik akun blog  https://adabundaguru.wordpress.com

1. Pendahuluan

Dinyatakan pada pasal 27 UU RI No. 14 Th. 2005 tentang Undang-undang Guru dan dan Dosen bahwa salah satu beban kerja dosen yaitu merencanakan pembelajaran. Merancang Kontrak Perkuliahan atau Kontrak Pembelajaran ( KP ) adalah kegiatan yang harus dilakukan dosen setelah selesai menyusun Rancangan Mutu Perkuliahan Semester (RMPS) yang disejalankan dengan penyusunan rancangan evaluasi. Kegiatan setelah ini adalah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP) dan merancang media pembelajaran.

Pada dasarnya yang dimaksud dengan kontrak perkuliahan atau kontrak pembelajaran adalah rancangan perkuliahan yang disepakati bersama oleh mahasiswa dan dosen (Suciati, 1997b:12-5). Sebagaimana halnya suatu kesepakatan tentu pelaksanaannya dilaksanakan sebelum semester atau di awal semester, tepatnya pada pertemuan atau perkuliahan pertama. Adapun kesepakatan itu mencakup seluruh aspek pembelajaran yang akan dilaksanakan dan diberlakukan selama satu semester, seperti kompetensi yang akan dicapai, literatur yang akan digunakan, tugas yang harus dipenuhi mahasiswa dan sistem penilaian yang akan diberlakukan.

Dosen yang profesional harus tanggap terhadap kebutuhan mahasiswa dan memberikan pelayanan terhadapnya. Sebagaimana dikatakan oleh Rektor Universitas Semarang, Ari Soegito MM., “Seorang dosen tidak perlu mimpi dan merasa paling hebat dan berkualitas kalau belum memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada peserta didik. Mau tidak mampu dosen harus mampu menyusun rancangan pengajaran,….” Dalam hal ini, satu diantaranya adalah membuat dan melaksanakan kontrak perkuliahan.

Lanjutkan membaca Kontrak Perkuliahan Berinovasi, Memotivasi dan Islami

Model Reflektif dalam Pengembangan Profesional Berkelanjutan: Refleksi Pengalaman Praktis Mendesain Kontrak Perkuliahan

Oleh : Dra. Elyusra, M. Pd.*

*Dosen Pengampu Mata Kuliah Kesusastraan dan Pembelajaran BSI di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Pemilik akun blog https://adabundaguru.wordpress.com

ABSTRAK

Tuntutan peningkatan profesioanalitas dosen dewasa ini semakin tinggi. Untuk itu, dosen dihadapkan pada persoalan melaksanakan pengembangan profesionalnya secara berkelanjutan. Dari berbagai model pengembangan profesional yang dikembangkan, model reflektif merupakan alternatif yang perlu dicobakan.Model reflektif, yaitu pendekatan yang berbasis pada dosen, berupa aktivitas menjadi peneliti, seperti membaca, bertukar pendapat, melakukan observasi, melakukan analisis kritis, dan merefleksikan pengalaman praktis mereka sekaligus meningkatkannya. Suatu contoh hasilnya adalah desain Kontrak Perkuliahan yang inovasi, memotivasi, dan islami yang penulis kembangkan berikut ini.

Dalam pelaksanaannya, model ini dapat mendatangkan hasil yang optimal karena kemampuan belajar mandiri yang telah melekat pada pribadi dosen tersebut. Adapun faktor-faktor lain, seperti: pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan; kompetensi yang akan ditingkatkan dapat sesuai dengan tugas yang diemban dosen; tidak melalui prosedur yang berbelit, melelahkan, bahkan sering menyebabkan patah arang. Disamping itu, ada sejumlah faktor penghambat yang perlu disiasati, seperti:1) dosen tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan profesionalnya; 2) dosen tidak terampil mengatur waktu; 3) dosen tidak merasakan kekurangan dirinya; dan 4) dosen tidak mau mengikhlaskan sebagian penghasilannya untuk biaya pengembangan profesional itu, bahkan enggan mengeluarkan tunjangan profesi yang telah diperolehnya .

Pengembangan profesional berkelanjutan dengan model reflektif hanya menuntut kesadaran dari dosen akan profesinya. Oleh sebab itu, sangat disarankan kepada para dosen untuk membina kompetensi tersebut.

Kata kunci: Model reflektif, pengembangan profesional berkelanjutan, kontrak perkuliahan inovatif, memotivasi, dan islami

Lanjutkan membaca Model Reflektif dalam Pengembangan Profesional Berkelanjutan: Refleksi Pengalaman Praktis Mendesain Kontrak Perkuliahan

Model Elaborasi dan Peta Konsep pada Perkuliahan Teori Sastra Suatu Inovasi Pembelajaran di LPTK

Oleh : Dra. Elyusra, M. Pd.*

*Dosen Pengampu Mata Kuliah Kesusastraan dan Pembelajaran BSI di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Pemilik akun blog https://adabundaguru.wordpress.com

 

1. Pendahuluan

Dunia pendidikan sekarang dituntut untuk senantiasa melakukan inovasi dalam pembelajaran, pada berbagai aspeknya, mulai dari visi, misi, tujuan, program, layanan, metode, teknologi, proses, sampai evaluasi. Bagi seorang dosen pemilihan model pembelajaran hendaknya dilakukan secara cermat, agar pilihan itu tepat atau relevan dengan berbagai aspek pembelajaran yang lain, efisien dan menarik. Lebih dari itu, banyak pakar yang menyatakan bahwa sebaik apa pun materi pelajaran yang dipersiapkan tanpa diiringi dengan model pembelajaran yang tepat pembelajaran tidak akan mendatangkan hasil yang maksimal. Kecermatan pilihan itu semakin penting jika kondisi yang dihadapi kurang kondusif, seperti halnya pembelajaran teori sastra bagi mahasiswa semester awal di LPTK.

Pengalaman belajar sastra yang telah dilalui oleh mahasiswa baru atau mahasiswa semester satu di LPTK selama menempuh pendidikan di SLTP dan SMA sudah banyak, namun pada kenyataannya mahasiswa kurang menguasai konsep –konsep sastra, seperti istilah-istilah teknis sastra. Sewaktu di SLTP dan SMA mahasiswa semester awal tadi telah memperoleh pengalaman belajar mengungkapkan aspek estetis sebuah puisi, seperti pola persajakan, menyatakan pendapat tentang tampilan puisi dan variasi bunyi konsonan dan bunyi vocal yang digunakan penyair . Akan tetapi, ketika duduk di LPTK mahasiswa tadi tidak kenal dengan istilah unsur mental dan unsur fisik puisi. tidak mengetahui bahwa penggunaan bunyi vocal dan konsonan tadi disebut dengan asonansi dan aliterasi dan tampilan puisi di atas kertas yang mempesona mereka itu disebut dengan istilah tifografi, bahkan dari pengalaman penulis ada mahasiswa yang menyamakan tifografi dengan biografi. Kejadiannya pun di waktu ujian tengah semester.

Lanjutkan membaca Model Elaborasi dan Peta Konsep pada Perkuliahan Teori Sastra Suatu Inovasi Pembelajaran di LPTK

Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran Menuju Sertifikasi dengan Model GMD

Oleh : Dra. Elyusra, M. Pd.*

*Dosen Pengampu Mata Kuliah Kesusastraan dan Pembelajaran BSI di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Pemilik akun blog https://adabundaguru.wordpress.com

 

ABSTRAK

Pemerintah mengadakan sertifikasi dan uji kompetensi ditujukan untuk meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan. Bagian daripadanya adalah untuk peningkatan proses dan hasil pembelajaran di sekolah. Dalam kenyataan, sertifikasi dipersepsi secara salah oleh kalangan pendidikan, khususnya guru bahwa sertifikasi adalah tujuan. Sehingga dalam praktiknya, yang diupayakan adalah pemerolehan sertifikat profesinya bukan melaksanakan upaya-upaya peningkatan mutu pembelajaran. Akan tetapi, ada pula kalangan guru yang telah mempertunjukkan minat dan melaksanakan usaha perbaikan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakannya. Sejauh pengamatan penulis upaya tersebut belum optimal. Penyebabnya adalah pengetahuan dan wawasan yang masih terbatas tentang model yang dapat diterapkan, serta pelaksanaannya yang dilakukan secara sendiri-sendiri.

Ada beberapa model peningkatan proses dan hasil pembelajaran yang sudah dikembangkan, diantaranya PTK dan Lesson Study. Kedua model ini pelaksanaannya bersifat kolaboratif. Hal ini seiring dengan paradigma baru yang mulai dianut kalangan pendidikan, khususntya bidang pembelajaran. Pada kesempatan ini, penulis menawarkan satu model peningkatan proses dan hasil pembelajaran, yakni model GMD. Model ini merupakan cara meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan secara berkolaboratif antara Guru Pamong (GP), Mahasiswa Praktik (MP), dan Dosen Pembimbing lapangan (DPL) ketika pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan ( PPL ) oleh suatu LPTK di suatu satuan pendidikan atau sekolah. Adapun prosedurnya: 1) memilih mitra , 1) membuat perencanaan, 3) melaksanakan tindakan dan observasi 4) melaksanakan diskusi dan refleksi, 5) merencanakan pelaksanaan tahap / siklus 2, dan seterusnya.

Model GMD sangat mungkin dilaksanakan dan optimal mencapai hasil peningkatan kualitas pembelajaran, karena sistemnya tidak terlalu rumit dan alamiah. Model GMD pun kaya manfaat, diantaranya: Mengoptimalkan pencapaian tujuan Program PPL; Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah dan LPTK; Meningkatkan kerjasama profesional di antara pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah dan LPTK; Tumbuhnya pembudayaan mutu di lingkungan pendidikan; serta terlaksananya pengembangan profesional berkelanjutan.

Optimalisasi model ini akan dicapai apabila pihak LPTK dapat memasukkan program ini sebagai bagian dari program PPL. Pihak sekolah pun demikian, ada baiknya mengambil kesempatan masa pelaksanaan PPL di sekolah tersebut untuk melaksanakan upaya peningkatan proses dan hasil pembelajaran dengan Model GMD, tentunya.

Lanjutkan membaca Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran Menuju Sertifikasi dengan Model GMD